Powered By Blogger

Sabtu, 31 Desember 2011

sejarah kurikulum


Latar Belakang Sejarah Kurikulum Berbasis Kompetensi

by kariawan hadi


Globalisasi yang ditandai dengan kemajuan cepat serta mendunia di bidang informasi telah berpengaruh pada peradaban manusia. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan social, ekonomi, dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran, serta cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan local. Pada masa sekarang, hanya negara yang mempunyai pemahaman dan kearifan tentang proses, serta ancaman globalisasi akan mempunyai kesempatan untuk bertahan hidup, produktif, sejahtera, damai dan aman dalam masyarakatnya dan masyarakat dunia. Oleh sebab itu diperlukan pemaknaan baru tentang kesejahteraan bangsa. Kesejahteraan bangsa tidak dapat lagi diartikan dengan banyaknya sumber daya alam yang dimiliki, tetapi tingginya daya saing, daya suai dan kompetensi suatu bangsa menjadi SDM yang unggul.


Untuk menjawab persoalan di atas diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognitif dan kompetensi untuk berfikir bagaimana berfikir, belajar bagaimana belajar dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan; sereta mengatasi situasi yang ambigus dan antisipatif terhadap ketidakpastian. Dengan demikian maka dikembangkan sebuah konsep kompetensi dalam kurikulum pendidikan untuk dapat membekali ketrampilan dan keahlian berdaya saing serta berdaya suai untuk bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidaktentuan, dan kerumitan-kerumitan dalam kehidupan.


Istilah kompetensi sendiri bukan hal baru, karena pembahasan tentang kompetensi sudah ada sejak tahun 1956. Konsep kompetensi pertama kali muncul dalam organisasi bisnis khususnya dalam perekrutan dan penyeleksian karyawan-karyawan baru, sebab saat itu sudah ada prinsip: “organisasi bisnis lebih memilih melakukan pengujian atas kompetensi dari pada intelejensi” (Mc Celland, 1973). Dalam artikelnya Mc Celland berpendapat bahwa secara umum pengujian kepribadian dan IQ kurang dapat memprediksi keberhasilan performa, untuk itu penelitian tentang kompetensi harus dikembangkan sebagai sebuah alternative.

Memasuki tahun 1970-an, berbagai institusi pendidikan mulai menaruh perhatian terhadap masalah kompetensi. Memang ada kekurangjelasan asal usul perkembangan kompetensi dibidang pendidikan, tetapi setidaknya memasuki tahun 1970-an, sudah ada 2 aliran kompetensi, yakni pendidikan guru berbasis kompetensi (CBTE) dan pendidikan guru berbasis humanistic (HBTE). Dalam bidang pendidikan diakui memang tidak ada garis historis yang jelas seperti halnya dalam bidang organisasi bisnis. Namun yang pasti bahwa perkembangan kompetensi di bidang pendiidkan merupakan respons dari perkembangan dan tuntutan dalam organisasi bisnis.

Pengertian Kurikulum berbasis Kompetensi dan landasan-landasannya

Proses pembelajaran yang didasarkan pada kompetensi atau penguasaan adalah kegiatan belajar mengajar yang diarahkan untuk memberikan pengetahuan, sikap dan ketrampilan kepada peserta didik untuk melakukan sesuatu, berupa seperangkat tindakan intelegensi (dalam bentuk kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan) penuh tanggungjawab yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan tugas-tugas pada jenis pekerjaan tertentu.

Berdasarkan teori, secara umum kompetensi dapat didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai sebagai kinerja yang berpengaruh terhadap peran, perbuatan, prestasi, serta pekerjaan seseorang. Dengan demikian, kompetensi dapat diukur dengan standar umum serta dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan (Yulaelawati, 2004)

Dalam pengertian yang lain kompetensi dapat diartikan kinerja, dengan indikasi motif, sifat, konsep diri, pengetahuan dan ketrampilan yang menjadi karakteristik individu. Kompetensi tersebut dapat memepengaruhi perilaku dalam bertindak dan berdampak terhadap kinerja dalam jabatan.

Depdiknas (2002) mendefinisikan kompetensi sebagai pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak yang secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.

Dengan demikian kurikulum berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh peserta didik, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.


Dengan kurikulum berbasis kompetensi diharapkan dapat menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dengan memberikan dasar-dasar pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman belajar dengan integrasi mata pelajaran yang sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat untuk membangun pilar pendidikan., yaitu belajar untuk memehami, belajar untuk berbuat kreatif, belajar untuk hidup dalam kebersamaan, dan belajar untuk membangun serta mengekspresikan jati diri yang dilandasi ketiga pilar sebelumnya.

Landasan Kurikulum Berbasis Kompetensi


Ada beberapa landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Tayler (1949), landasan kurikulum terdiri dari landasan filosofis, social budaya, dan psikolologis. Pendapat tersebut serupa dengan yang dikemukakan Murray Print (1993) bahwa landasan kurikulum terdiri dari landasan filosofis, social budaya, dan psikologis, perkembangan ilmu dan teknologi. Perkembagan terakhir beliau menambahkan atau melengkapi landasan tersebut dengan landasan manajemen.


Penyusunan model desain kurikulum berdasarkan kompetensi menurut Majid & Andayani (2004) akan mengacu pada:

Landasan filosofis.

Filsafat merupakan suatu system yang dapat menentukan arah hidup dan serta menggambarkan nilai-nilai apa yang paling dihargai dalam hidup seseorang. Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan dengan falsafah bangsa dan negara terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan. Filsafat inilah yang harus dimiliki setriap guru, agar dapat membentuk pandangan hidup yang benar. Dalam filsafat terkandung gambaran tentang masyarakat yang akan dibangun, manusia apakah yang harus dibentuk, kurikulum apa yang harus digunakan. Tujuan, metode, alat pendidikan, pandangan tentang anak ditentukan oleh filsafat yang mengarah pada tujuan tertentu. Tujuan tersebut adalah tujuan pendidikan yang harus sesuai dengan filsafat negara, dimana akan membangun sumber-sumber daya manusia yang diinginkan.


Landasan psikologis.

Kurikulum harus dipandang sebagai suatu system yang di dalamnya merupakan reaksi terhadap proses yang ditentukan oleh orang dewasa dengan memperhatikan kebutuhan dan minat peserta didik berdasarkan psikologisnya. Aliran psikologi behaviorisme dan humanistic yang mengandung makna pembelajaran menekankan pada pengembangan dan penguasaan terhadap kompetensi, serta menekankan pada pengembangan manusia seutuhnya dijadikan sebagai salah satu landasan.


Landasan social budaya.

Landasan ini berkenaan dengan keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya, berupa pengetahuan, dan lain-lain. Dengan dijadikan sosiologis sebagai landasan pengembangan kurikulum, maka peserta didik nantinya diharapkan mampu bekerja sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Landasan ini berkenaan dengan masyarakat yang selalu berkembang karena dipengaruhi perkembangan ilmu dan teknologi yang memiliki pengaruh yang kuat pada pengembangan kurikulum. Dengan iptek sebagai landasan, peserta didik diharapkan mampu mengikuti perkembangan iptek sesuai dengan system nilai, kemanusiawian dan budaya bangsa.

Landasan organisatoris.

Landasan ini berkenaan dengan bentuk dan organisasi bahan pelajaran yang disajikan.


Referensi:
Ali, M. dkk (peny). 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press
Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas
Majid, A. dan Andayani, D. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Miller, J.P. dan Seller, W. 1985. Curriculum: Perspectives and practice. New York: Longmen
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Sebuah Panduan Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Print, M. (1993). Curriculum Development and Design. Second edition. St Leonard-Australia:
Allen & Unwin

Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Sukmadinata, N.S. (2000). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Cet. 2. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Susilana, R. dkk.(2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kutekpen FIP UPI

Sejarah Kurikulum Indonesia

BANGSA yang besar adalah bangsa yang mempunyai kurikulum pendidikan yang bagus dan stabil (tidak berubah-ubah) serta memberi motivasi pelajarnya agar bisa meningkatkan standar mutu pendidikannya di kemudian hari.
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap.
Tahun 1950 ada kurikulum SD yang disebut “Rencana Pelajaran Terurai”. Pada tahun 1960 muncul “Kurikulum Kewajiban Belajar Sekolah Dasar”. Tahun 1968 dikenal “Kurikulum 1968″ pengganti “Kurikulum 1950″. Lalu tahun 1970 muncul “Kurikulum Berhitung” diganti dengan pelajaran matematika modern.
Tahun 1975 disebut “Kurikulum 1975″ yang fokus pada pelajaran matematika dan Pendidikan Moral Pancasila serta Pendidikan Kewarnegaraan. Pada tahun 1984 menyempurnakan Kurikulum 1975 dengan “Cara Belajar Siswa Aktif” (CBSA).
Tahun 1991 CBSA dihentikan lalu muncul “Kurikulum 1994″. Tahun 2004 dikenal “Kurikulum Berbasis Kompetensi” (KBK), yang dipelesetkan jadi Kurikulum Berbasis Kebingungan.
Terakhir tahun 2006 muncul “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan” (KTSP), entah berapa tahun lagi ada kurikulum baru yang membuat bingung semua pihak. Siswa kita jangan dijadikan “kelinci percobaan”. Majulah pendidikan Indonesia.


Wisnu Widjaja

Jln. Sindoro I No. 16 RT 11 RW 02 Panggung Kota Tegal diambil dari surat pembaca hU pikiran Rakyat

masalah-masalah dalam pendidikan


PERMASALAHAN PESERTA DIDIK
Siswa tidak menyukai guru
Proses belajar mengajat kadang kala tidak berjalan dengan baik. Misalnya di sekolah. Masalah yang sering timbul adalah siswa terlambat masuk, tidak mengerjakan tugas dengan baik, melanggar peraturan sekolah, dll. Beberapa hal ini sering membuat para guru kewalahan. Sampai pada keputusan final harus dikembalikan kepada orang tua. kekacauan demi kekacauan yang diciptrakan oleh siswa sering membuat beberapa guru jengkel. Tak jarang semua guru mengenal siswa tersebut karena kenakalannya. Namun, jika kenyataan tersebut berbalik arah ? Siswa yang tidak suka pada gurunya.
“Sama gurunya aja ndak suka, apalagi pelajarannya”. “Gimana mau suka, yang ngajar nyebelin”. beberapa kalimat tersebut sering terlontar dari siswa yang tidak menyukai gurunya. Ada beberapa penyebab mengapa siswa tidak menyukai guru.
  • Penampilan yang kurang menarik. Menjadi seorang guru akan lebih banyak berada di muka kelas. Kalau penampilan guru tersebut tidak menarik, lamabat laun akan memacu kebosanan. Akibatnya siswa menolak untuk menerima kehadiran guru yang mereka anggap monoton tersebut.
  • Cara mengajar yang kurang pas. Kelas terdiri dari beragam siswa. Guru yang menerangkan pelajaran dengan lamban akan disenangi oleh murid yang memang kemampuannya terbatas. Namun, akan menjadi musuh bagi mereka yang bisa diajak belajar cepat. Begitu sebaliknya.
  • Memberikan tugas yang tidak wajar, tidak masuk akal, dan menyusahkan siswa.
  • Marah  karena hal sepele.
  • Mempermalukan siswa di depan siswa lainnya.
  • Subjektif dalam memberikan nilai.
PERMASALAHAN DALAM PENDIDIKAN
1.       Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.


3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).
4. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.

5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan.
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut

6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
7. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.
Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
Be the first to like this post.

pormat naskah audio radio


NASKAH PROGRAM AUDIO RADIO
1.      Mata acara     : Forum Informasi Kesehatan
2        Topic program           : menjelaskan kepada kaum wanita tentang bahaya mencukur
 rambut alis
3        Judul               : mencabut alis dapat merusak mata
4        Sasaran           : kaum wanita
5        Tujuan program         :
a.       Menjelaskan kepada kaum wanita apa itu mencukur alis.
b.      Menjelaskan kepada kaum wanita dampak negatif mencukur alis.
c.       Menjelaskan kepada kaum wanita cara mengatasi dampak negative dari mencukur alis.
6        Garis-garis besar isi program (GBIP)          :
a.       Mencukur alis adalah upaya yang dilakukan oleh para wanita dalam upaya mempercantik diri dimana para wanita beranggapan dengan mencukur alis,mereka bisa lebih kelihatan cantik dan mennarik.
b.      Dampak negatif yang ditimbulkan dari mencukur alis adalah mata akan mudah terkena iritasi dan keringat bisa masuk kemata yang mengakibatkan mata perih.
c.       Cara mengatasi dampak negative yang ditimbulkan dari mencukur alis yaitu dengan cara mengurangi aktivitas yang banyak menimbulkan keringat dan terkena air hujan.

7        Sinopsis
Mencukur alis adalah upaya yang dilakukan oleh para wanita dalam upaya mempercantik diri dimana para wanita beranggapan dengan mencukur alis,mereka bisa lebih kelihatan cantik dan mennarik kemudian mereka mengganti alis mereka dengan cat/pensil alis yang mana kelihatan lebih indah dari rambut alis yang sebenarnya akan tetapi tidak bisa terkena air karna akan luntur. Mencukur alis, baik dilakukan oleh wanita, dengan alasan mempercantik diri sangat diharamkan oleh Allah swt. Karena yang demikian termasuk merubah penciptaan Allah yang telah menciptakannya dalam bentuk yang sebaik- baiknya. Dan telah datang ancaman yang keras serta laknat bagi pelakunya. Ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.
Kaum perempuan kadang mencukur habis rambut alisnya dan diganti dengan pensil alis atau tato. Tapi ilmuwan menyarankan jangan mencukur habis alis karena ada efek samping negatifnya. Seperti dikutip dari Howstuffworks, Rabu (5/1/2011) para ilmuwan menuturkan bahwa rambut alis berfungsi membantu menjaga kelembaban yang keluar dari mata ketika seseorang berkeringat atau terkena air hujan. Meskipun alis yang dimiliki seseorang tipis, ia tetap bisa melakukan fungsinya dengan baik. Jika seseorang tidak memiliki alis atau mencukurnya hingga habis dan diganti dengan tato akan membuat kondisinya sedikit lebih sulit. Hal ini karena tidak ada yang menahan keringat atau air hujan yang turun di wajah, padahal di dalam keringat terdapat kandungan garam yang bisa menimbulkan iritasi pada mata sehingga menimbulkan sensasi perih. sebagian besar ilmuwan percaya jika seseorang dilahirkan tanpa memiliki alis, maka biasanya ia akan memiliki bulu mata yang tebal atau tulang tengkorak di atas mata yang agak menonjol, sehingga tetap bisa melindungi mata dari keringat atau air hujan. untuk itu seseorang biasanya tidak disarankan mencukur atau mencabut habis alis matanya, tapi jika ingin merapikannya cukup hilangkan beberapa helai rambut alis saja.
 Jika seseorang tidak memiliki alis atau mencukurnya hingga habis dan diganti dengan tato akan membuat kondisinya sedikit lebih sulit. Hal ini karena tidak ada yang menahan keringat atau air hujan yang turun di wajah, padahal di dalam keringat terdapat kandungan garam yang bisa menimbulkan iritasi pada mata sehingga menimbulkan sensasi perih. Maka cara mengatasinya adlah dengan cara menghindari aktivitas ytang akan menimbilkan keringat yang berlebihan dan terkena air hujan karena akan menimbulkan rasa perih jika terkena air hujan karena didalam air hujan banyak terdapat zat garam yang dapat mengakibatakn mata iritasi pada mata
8        Format naskah           : Drama

9        Treatment       :           a. Acara dimulai dengan pembukaan program acara
     oleh announcer
 b. program acara dilanjutkandengan penyampaian isi                              program
c. Babak I : percakapan dimulai antara Adi dan Dewi  
    tentang kebiasaan Dewi mencukur alisnya.
d. Babak II : percakapan antara Adi dan Dewi dengan
    ustad Ali tentang hukum mencukur alis.
e. Babak III : percakapan antara Adi dan Dewi dengan
    dokter messi tentang efik dari mencukur alis.
f. Babak IV : percakapan antara Adi dan Dewi dimana
    Dewi menyesali perbuatannya.
g. program acar disimpulkan oleh Narator.
h. program acara ditutup oleh announcer.

10    Kerabat kerja            : a. penanggungjawab isi program : Johan Eka Wijaya,S.pd
  b. Penulis naskah                        : Kariawan Hadi
  c. penata suara                            : Rika
  d. para pemain :
         1. Adi
         2. Dewi
         3. Ustad Ali
         4. Dokter Messi
e. Teknisi :
       1. Ria
       2. Weky
       3. Ely
f. produser                                  : kahirul
g. Sutradara                                 : Apriansidi
 
PEMAIN/ISTILAH
NARASI/AUDIO
Music Pembuka
Announser




Musik
Narator







Musik
Narator










Fx
Adi
Dewi
Adi
Dewi
Adi
Dewi
Adi

Dewi
Adi
In-up-down-up ( Wali : Salam  Rindu )
Assalamukalikum wr. Wb. Senang sekali pacak tegahan agi ngguk pendengar sekalian dalam acara forom kesehatan ye akan disampaikan oleh rekan kite dari program study teknologi pendidikan, marilah kite aningkan acara ini yang sayang alu amen pendengar dekde aningkan.
In-Up-Down-Out
 (On Mike) “Assalamualaikum wr. Wb. Para pendengar yang setia dimanapun anda berada senang sekali pacak tegahan agi  besame kami disini dalam acara yang ilok,menarik dan bermanfaat bagi pendengar sekalian karena pada kesempatan yang berbahagia ini kami hadir untuk menyajikan sebuah drama dalam forum informasi kesehatan. Drama ini bertemakan tentang bahaya mencukur alis dimane tema ini kami khususkan untuk para betine”.
In-Up-Down-Out
(On Mike) “Dipagi hari yang cerah dan sensasi udara pagi yang begitu sejuk sehingga memberikan ketenagan hati, didepan humah nampak seorang perempuan yang sedang duduk santai di teras humah, ternyate Dewi, nampaknye die dang mencukur alisnya, tibe-tibe datang suhang laki-laki ngundang motor marak’ibetine tersebut ternyate die adalah Adi, setelah itu mereka berbincng-bincang ternyata Adi menegor apa yang sedang dilakukan oleh Dewi.
Nah para pendengar sekalian untuk lebih jelasnye ayo kite aningkan percakapan antara Adi ngguk Dewi tersebut”.
 Babak I
Fade in ( Suara motor )
(On Mike) “Assalamualaikum”.
(On Mike) “Waalaikumsalam”..
(On Mike) “lagi ngape ngan wi.?”.
(On Mike) “biase lagi cukur alis”.
(On Mike) “damenye ngan nyukur alis tu wi”.
(On Mike) “ mangke kinak’an cinde juge di”.
(On Mike) “aduh Dewi ngan tahu dekde ncukur alis itu bahaye”.
(On Mike) “bahaye ape si di”.
(On Mike) “ncukur alis tu pacak merusak mate tahu”.
PEMAIN/ISTILAH
NARASI/AUDIO
Dewi
Adi

Musik

Narator





Musik sisipan
Narator



Fx
Ustad Ali
Adi dan Dewi
Adi
Ustad Ali
Adi
Ustad Ali

Dewi
Ustad Ali

Dewi
Ustad Ali


Adi
Ustad Ali
Dewi
Ustad Ali
Adi dan Dewi
Narator
(On Mike) “ohhh…! Kade di”.
(On Mike) “ai bedaklah ngan dekde percaye, aku cuma ngingatkah saje”.
In-Up-Down-Out
Babak II
(On Mike) “saat die uhang sedang adu mulut kemudian ade seorang ustad lewat ternyate die ustad Ali,kemudian ustad Ali marak’i Adi guk Dewi yang sedang adu mulut tersebut. Pendengar sekalian kite akan nganingkan percakapan antara Adi dan Dewi ngguk ustad Ali, tapi sebelumnye kite aningkan kudai sikuk lagu ye lah kami siapkan berikut ini”.
In-Up-Down-Out ( Wali : yang penting halal )
(On Mike) “terime kasih mamak ngguk ibung pendengarsekalian masih nganingkan acara ini, selanjutnye mari kite aningkan percakapan antara Adi dan Dewi dengan ustad Ali”.
Fade In ( Suara langkah kaki )
(On Mike) “dame gawi kamu uhang ni ribut-ribut”.
(On Mike) “oh pak ustad”.
(On Mike) “ini pak Dewi dek galak diomongi”.
(On Mike) “emang ade ape”.
(On Mike) “ini Dewi galak ncukur alisnye”.
(On Mike) “ohh.. benah ape ye diaktekaj Adi tu Wi”.
(On Mike) “au pak”.
(On Mike) “Astaghfirullahhallazim ngape pule ngangalak ncukuralis tu  wi”.
(On Mike) “dekde ngape-ngape pak”.
(On Mike) “sadarlah Wi bahwe ye ngan lakukan itu sangat dibenci oleh Allah swt. Dan hukumnye juge haram bagi umat islam ye ncukur alis tu ape agi dengan tujuan mangke ngan cinde”.
(On Mike) “nah benahkan ape kateku wi”.
(On Mike) “mulai sekarang bapak minta hala ulangi agi”.
(On Mike) “au pak”.
(On Mike) “au sude bapak pegi dulu, Assalammualaikum”.
(On Mike) “Waalaikumsalam”.
(On Mike) “ pendengar sekalian nati kite akan kembali lagi dibabak berikutnye percakapan antara Adi dan Dewi dengan
PEMAIN/ISTILAH
NARASI/AUDIO


Musik

Narator




Musik
Narator




Fx
Adi
Dokter Messi
Adi
Dokter Messi
Adi

Dokter Messi
Dewi

Dokter Messi
Dewi
Dokter Messi

Dewi
Dokter Messi



Dewi


Dokter Messi
 Bapak Dr. Messi, tapi mari kite aningkan kudai sikuk lagu ye lah kami siapkan berikut ini”.
In-Up-Down-Out ( Judika : Akulah Yang Kau Sakiti )
Babak III
(On Mike) “terme kasih mamak guk ibung pendengar sekalian masih nganingkan acara kami, disini kite akan nganingkan percakapan antara Adi dan Dewi dengan Bapak Dr. Messi. Untuk lebih jelasnya mari kit aningkan kembali”.
In-Up-Donw-Out
(On Mike) “setelah behape ahi Dewi ncukur alisnye mpai tehase oleh Dewi dampak ye ditimbulkah akibat die ncukur alis. Kemudian die ngajak Adi untuk pergi kedokter mate yaitu Bapak Dr. Messi. Dan die uhang datang kerumah Bapak Dr. Messi.
 Fade In ( Suara mengetuk pintu )
(On Mike) “Assalammualaikum”.
(On Mike) “Waalaikumsalam eh Adi”.
(On Mike) “iya Pak”.
(ON Mike) “ada apa Di”.
(On Mike) “ni pak kance ku ni nak mintak kinak’i matenye”.
(On Mike) “emang ngape.?”.
(On Mike) “ini pak mate ku ni galak tehase pedih dan penginak’an ku kabur”.
(On Mike) “oh ngan ni galak ncukur alis au wi?”.
(On Mike) “au pak”.
(On Mike) “nah itulah yang menyebabkan mate ngan galak pedih tu”.
(On Mike) “au apa pak? Kade”.
(On Mike) “nah dek percaye pule’ amu jeme tu dekde be alis agi atau mencukurnya sampai abis akan membua kondisinye sedikit lebih sulit Hal ini karene ngatek agi yang nahan peloh atau ayah ujan yang nglir dimuke, padahal di dalam peloh tu ade kandungan garam ye pacak nimbulkan iritasi ngguk mate kite makenya mate galak pedih”.
(On Mike) “ohhh.. jadi gara-gara aku nykur alis ni mate ku galak pedih jadi lukmane pak mangke mate ku dekde pedih agi.?”.
(On Mike) “nah mangke mate ngan dekde tehase pedih hala
PEMAIN/ISTILAH
NARASI/AUDIO


Dewi

Dokter Messi
Fx
Musik

Narator





Musik
Narator



Dewi

Adi


Dewi
Adi

Dewi

Adi
Dewi

Adi
Dewi
Fx
Musik
Narator

sapai kene peloh, ngguk ayah ujan sampai bulu alis ngan tu tumbuh agi”.
(On Mike) “ohh, luk itu mekasih au pak. Amen mak itu kami nak balik kudai, assalamualaikum”.
(On Mike) “Waalaikumsalam”.
Fade Out (suara kaki meninggalkan rumah Bapak Messi)
In-Up-Down-Out
Babak VI
(On Mike) “setelah meninggalkan rumah Bapak Messi Adi dan Dewi kembali berbincang-bincang dimana nampaknya Dewi merasa menyesal dengan apa yang dia lakukan.
Kita segera akan mendengarkan bagaimana perbincangan mereka tapi sebelumnya kita dengarkan kembali sebuah lagu yang telah kami siapkan untuk pendengar sekalian”.
In-Up-Down-Out
(On Mike) “ok…! Terime kasih mamang guk ibung pendengar gale-gale masih nganingkah acara kami,langsung saje kite aningkah percakapan Adi guk Dewi dimane Dewi ngase nyesal karene lah nyukuri alisnye”.
(On Mike) “ai Di nyesal nian aku ame luk ni sare nian mate ku”.
(On Mike) “ngape wi.?”.
(On Mike) “au kade aku dek pacak kena peloh guk ayah ujan”.
(On Mike) “au dek ngape wi asekah”.
(On Mike) “ai Di ngan ni aku men pacak akibatnye luk ini endak aku”.
(On Mike) “au dek ngape wi ini untuk pelajaran ngan amu lah ngase luk ini hala agi ngan cukur”.
(On Mike) “ai endak nian agi aku”.
(On Mike) “au sude aku nak balik kudai lapah pehutku nak makan”.
(On Mike) “au makaseh di lah ngancei aku”.
(On Mike) “au same-same”.
Fade Out (suara motor Adi meninggalkan rimah Dewi)
In-Up-Down-Out
(On Mike) “baiklah mamang-mamang gux ibung-ibung pendengar baturaje radio itulah tadi drama singkat atentang
PEMAIN/ISTILAH
NARASI/AUDIO


Announcer




Musik Penutup
 bahayanya mencukur alis semoga acara ini ade manfaatnye guk kite gale-gale khususnye para gadis-gadis”.
(On Mike) “ok aterime kasih pendengar sekalian lah nganingkah acara kami. Acara kami cukupkan sampai disini,
NASI KETAN SANTAN PUTIH
CUKUP SEKIAN TERIME KASIH
Wassalamualaikum…wr wb
In-Up-Down-Out (Zizan : Masa lalu ku)